Burung Hud-Hud: Si Kecil yang Disebut dalam Kitab Suci

Mungkin nama hewan ini bukanlah sesuatu yang asing. Beberapa kali disebut dalam tiga kitab suci, utamanya dalam misi membantu Nabi Sulaiman menundukkan Ratu Balqis dari Saba. Meski tubuhnya kecil, namun burung Hud-hud atau Hupo ini merupakan satwa unik.

Hud-hud merupakan nama dalam bahasa Arab burung ini, karena telah dikenal serta berasal dari daratan Afrika serta Asia Barat. Masyarakat Indonesia yang mengetahui jenisnya lebih sering memanggil dengan sebutan Hupo.

Ciri-ciri Burung Hud-Hud

Burung Hud-hud sendiri memiliki jambul panjang berwarna oranye di atas kepala. Bagian punggung coklat muda dengan sayap dan ekor putih. Corak hitam melintang pula berselang-seling. Badannya pun kecil, hanya memiliki berat 67 gram dan panjang 30cm secara keseluruhan.

Paruh Hud-hud ini panjang, karena masih satu jenis dengan Pelatuk. Kakinya juga pendek, namun cengkeraman dan kerangkanya kuat karena berfungsi untuk bertengger serta bertahan di batang pohon saat menusuk-nusuk. Bila kebingungan, banyak sekali gambar burung terkait di internet.

Makanan Burung Hud-hud

Makanan burung ini yaitu serangga-serangga kecil yang hidup di batang pohon maupun lubang pada tanah dengan cara menusuk-nusukkan paruhnya. Biasanya mereka lebih senang memakan larva-larvanya ketimbang yang sudah dewasa.

Burung Hud-hud juga senang memangsa hewan kecil lain seperti, katak, berudu atau kecebong, ular bahkan kadal. Bila tidak menemukan serangga maupun lainnya, mereka masih suka memakan beri liar dalam jumlah kecil.

Habitat Burung Hud-hud

Hampir sama seperti burung bangau, Hud-hud suka sekali hidup di wilayah hutan dengan curah hujan tinggi serta lembab. Mereka senang bertengger di pepohonan sekitar rawa-rawa, serta daerah dengan padang rumput luas.

Sebenarnya, burung ini hadir tidak hanya dengan satu jenis. Namun, Ia memiliki sekitar sembilan sub spesies dan tersebar di sekitaran Afrika, Eropa hingga Asia. Bisa dibilang hampir ke seluruh dunia. Berikut peta pesebarannya :

  • U.e.epops tersebar di sekitaran Afrika, tepatnya arah Barat Laut. Kepulauan Kenari (Cannary Island), Eropa bagian Timur hingga Rusia (Ob-Yenisey watershed), Cina (Sinkiang) serta Asia Selatan, utamanya India bagian barat.
  • U.e. major hanya bisa ditemukan di dataran Afrika karena Ia juga bukan termasuk jenis yang suka migrasi. Lebih spesifiknya, C.L Brehm sebagai penemu pesebarannya menemukan burung terdapat di sekitaran Mesir, Sudan bagian Utara serta Chad (Ennedi).
  • U.e. senegalensis banyak ditemukan masih di seputaran Afrika. Tepatnya sedikit ke utara hingga timur. Negara-negaranya yaitu Aljazair (Ahaggar), sabuk kering (daerah panas, gersang, tandus) membentang dari Senegal sampai Somalia dan Ethiopia.
  • U.e waibeli masih banyak ditemukan di sekitaran benua Afrika. Namun, lebih ke arah timur dan tengah. Dengan pesebaran pada negara Kamerun, Zaire bagian timur, Uganda serta Kenya.
  • U.e africana sama seperti namanya, spesies ini ditemukan di wilayah benua mutiara hitam. Dengan konsentrasi lebih ke tengah hingga selatan. Peta pesebarannya ada pada negara Zaire, Kenya, lalu menuju selatan sampai Afrika Selatan (The Cape).
  • U.e marginata merupakan sub spesies yang ditemukan masih sedikit jumlahnya di Afrika. Bahkan hanya tersebar di satu wilayah mengingat burung ini juga bukan penikmat migrasi, yaitu pada pulau Madagaskar.
  • U.e saturata tidak lagi ditemui di Afrika seperti sub spesies sebelumnya, melainkan lebih ke arah timur globe. Terutama di sekitaran Eropa, tepatnya Rusia (hingga ke sungai Yenisey), Jepang, mengarah ke selatan menuju Cina tengah dan Tibet.
  • U.e ceylonensis lebih menyebar ke arah selatan bumi. Sub spesies yang ditemukan tahun 1853 oleh Reichenbach ini memiliki konsentrasi penyebaran di dataran negara Pakistan, India utara hingga selatan dan Sri Lanka.
  • U.e longirostris merupakan sub spesies yang mungkin kerap masyarakat Indonesia temui. Konsentrasi penyebarannya terdapat di Assam, Bangladesh mengarah ke timur hingga Cina selatan, wilayah Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, Sumatra dan Kalimantan.

Reproduksi Burung Hud-Hud

Burung Hud-hud termasuk jenis monogamus. Mereka memiliki satu pasangan seumur hidupnya. Betina akan mulai bertelur setelah musim kawin. Tidak membuat sarang seperti spesies lain pada umumnya, namun tinggal di lubang-lubang pohon dengan jarak sedikit jauh dari tanah.

Mereka akan mengeluarkan sekitar empat hingga tujuh butir sekali bertelur dengan warna biru kehijauan yang indah. Namun, akan berubah coklat ketika terkena suhu udara normal. Sang induk mulai mengeraminya dalam jangka waktu 14-20 hari.

Setelah sang anak menetas, induk hanya bertugas menjaganya. Sementara dalam mencari makan diemban oleh sang jantan. Ditemukan pula yang melakukannya bergantian. Sekitar satu bulan kemudian, Hud-hud kecil akan mulai belajar terbang.

Populasi Burung Hud-Hud

Populasi burung ini di alam liar masih cukup banyak. Pada peta pesebarannya di Afrika, Eropa serta Asia Selatan terbilang dalam batas wajar. Namun, masuk wilayah Semenanjung Melayu (Malaysia, Thailand, Indonesia utamanya Sumatera dan Kalimantan) jumlahnya tidak terlalu banyak.

Burung yang tinggal di wilayah Afrika kebanyakan lebih suka bermigrasi karena mereka merespon curah hujan. Sementara, individu pada Semenanjung Melayu, Asia Selatan, Eropa senang menetap dikarenakan masih banyak ditemukan hutan dengan kelembaban tinggi.

Ancaman Burung Hud-Hud

Predator dari burung Hud-hud sendiri merupakan hewan-hewan dengan proporsi tubuh lebih besar. Manusia pun bisa jadi salah satunya, namun semua itu bisa satwa ini atasi dengan salah satu perlindungan diri terbaik.

Ketika ada bahaya mendekat, mereka akan segera hinggap di dahan pohon tertinggi. Sembari mengeluarkan suara “hup! hup! hup!” dengan keras. Jambul di atas kepala berdiri tegak dan membentuk kipas kecil.

Burung ini akan mengeluarkan kotoran yang begitu bau tepat di mana sang predator menangkapnya. Kalau hal tersebut tidak berhasil, mereka menyemprotkan cairan beraroma menyengat, bahkan bisa bertahan hingga berbulan-bulan lamanya.

Aktivitas Burung Hud-Hud

Burung Hud-hud merupakan jenis yang suka berkicau dengan suara “hup! hup! hup!” nya diulang tiga hingga lima kali sekali bersuara. Bisa dibilang cukup keras, karena berfungsi untuk memanggil pasangan dan memperingatkan dari ancaman predator.

Burung ini juga suka terbang rendah beberapa meter di atas tanah. Gerakan sayapnya bahkan tidak beraturan. Mereka bisa menaikkan intensitas gerakan dan bergerak cukup tinggi ketika menghindari pemangsa.

Mereka bukanlah hewan yang suka hidup bergerombol. Di wilayah Afrika, burung ini kerap ditemukan sendirian. Kalaupun bersama, mungkin berdua bersama pasangannya ataupun saat mengajari anak-anak terbang.

Merawat Burung Hud-Hud

Banyak status burung Hud-hud yang mungkin bisa dijadikan hewan peliharaan, seperti dia rajin berkicau, suaranya keras, tidak dalam status terancam punah, warnanya juga menarik. Namun, masyarakat jarang atau enggan untuk memeliharanya. Bahkan di jadwal lomba burung sekalipun.

Hal ini dikarenakan kotoran menyengat yang dimiliki burung ini. Saat dipegang saja, Dia sudah mengeluarkan cairan berbau busuk dan tidak bisa dihilangkan dengan mudah. Banyak predatornya menjadi stress, bagaimana bila manusia.

Oleh karena itu, akan sangat baik untuk membiarkannya saja di alam. Selain untuk menghindari perlindungan diri spesial dari burung yang satu ini, juga agar statusnya yang tidak terancam punah bisa tetap terjaga.

Burung Hud-Hud, merupakan burung istimewa yang bahkan namanya disebutkan berkali-kali dalam tiga kitab suci sekaligus. Al Qur’an, Injil dan Taurat. Hingga Tuhan sendiri melarang untuk membunuh hewan kecil ini. Alangkah baiknya bagi manusia untuk selalu menjaganya dari kepunahan.

Leave a Comment